Tujuh Arjuna


*Nyoba-nyoba bikin cerita fantasi pake latar belakang pewayangan. wkwkwkw, sepertinya sih hancur, banyak bolong sana-sini. Biarlah, cuma menuntaskan penasaran saja. Kalu ada mood ya dilanjutin, kalau gak ada ya dibiarin gitu aja. Lol*


Source: Here

 “Kamu dalam bahaya.”

Dia memperkenalkan diri sebagai Galai, dan dia bilang aku adalah keturunan Arjuna. Katanya, turunan utama Arjuna ke tujuh puluh empat tengah disandera oleh Giwangan. Ia memecah panah sakti miliknya menjadi tujuh bagian untuk menghindari sesuatu yang lebih berbahaya. Dan aku adalah salah satu pemilik pecahan itu. 

Lelucon macam apa yang tengah kudengar. Ia datang dan hinggap di depanku seperti segumpal kabut yang memadat dengan cepat dan berubah wujud. Ia muncul seperti hantu di siang bolong. Dan yang paling menyebalkan, dia bicara seolah aku tak punya pilihan lain selain diam dan mendengarkan ucapannya yang tak masuk akal itu. Ia bahkan mengindahkan pertanyaanku.

“Dengarkan saja dulu, nanti kalau kupersilahkan bertanya, silahkan bertanya,” katanya dengan suara datar saat mulutku mencecarinya dengan berbagai pertanyaan.

Dia masih saja menceritakan sesuatu yang tak benar-benar ingin kudengar.

Aku tak mengerti dengan semua ini. Bahkan pikiranku masih sulit menjamah semua hal yang terjadi di depanku ini. Dia muncul secara tiba-tiba. Bahkan pakaiannya pun sungguh aneh. Setelan khas jawa lengkap dengan blangkonnya. Terlebih lambang di punggung tangannya itu yang katanya sebagai jati diri mutlak seorang Galai. Dan coba dengar, cara bicaranya yang datar itu sungguh membuatku kesal.

“Baiklah, silahkan tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan,” katanya mempersilahkanku, tetap dengan suaranya yang kaku dan wajah yang tanpa ekspresi.

Sebenarnya, aku masih sulit mengerti keadaan ini. Begitu pun untuk memercayai apa yang orang di depanku ini ucapkan. Tapi untungnya aku masih punya cukup kekuatan untuk menahan pikiranku agar tak kepalang gila karena cerita konyolnya. Aku masih mampu membuat akal sehatku tetap tenang dan memilih jalan sesuai arus yang orang ini inginkan.

“Pertama, bisa kau jelaskan kenapa kau muncul dengan cara seperti itu?”

“Sudah kujelaskan, aku adalah Galai, ketua penjaga gerbang Astral di Indonesia. aku memiliki kemampuan yang diluar nalar manusia. Itu bukan hal aneh. Ada pertanyaan lain?”

“Kenapa aku yang terpilih? Dari mana kau tahu aku keturunan Arjuna?”

“Pramagalan memiliki data lengkap setiap keturunan pandawa lima. Dan kamu adalah salah satu keturunan Arjuna yang paling banyak memiliki sifat dan kemampuan sepertinya, tentunya selain enam keturunan yang lain.”

“Apa mereka juga harus ke Pramagalan hari ini?”

“Tentu.”

“Bagaimana aku berhubungan dengan mereka, bahasa apa yang digunakan di sana?”

“Kalian akan menggunakan masing-masing negara kalian. Hanya cukup berbicara seperti biasa. Mereka seolah-olah berbicara dengan bahasamu dan kamu akan seolah-olah berbicara dengan bahasa mereka.”

“Lantas bagaimana dengan keluargaku?”

“Aku bisa menghilangkan jejakmu. Dengan seperti itu, ingatan tentangmu akan hilang dari semua orang yang kamu kenal.”

Baru saja aku hendak membuka mulut, ia langsung melanjutkan ucapannya.

“Tentu saja ingatan mereka bisa kembali lagi kalau kamu sudah selesai dengan tugasmu.”

“Tugas? Bukankah kau bilang ini bantuan?”

“Terserah apa pun istilahnya. Jadi? Kamu siap pergi sekarang?”

Dengan berat hati dan pikiran yang belum sepenuhnya utuh, aku mengiyakan ucapannya. Entah kenapa, ada sesuatu yang kuat sekali mendorongku. Ada separuh hatiku yang kuat untuk menuruti ucapan lelaki aneh berpakaian adat jawa di depanku ini.

“Baiklah.”

Dia menyuruhku memegangi tangan kanannya yang tergambar lambang heksagram dengan detail rumit itu. Tak lama setelahnya, tangan kirinya memegangi kedua tanganku dan menghilang.


***

Di depanku, salah satu candi yang tak terlalu besar tepat berdiri di bawah sinar matahari. Dari sekian banyaknya candi di sini, candi di depanku ini cukup sepi dan hampir tak banyak dilewati para wisatawan.

“Bukankah ini Prambanan?”

“Ya, di sini adalah letak gerbang astral itu. Gerbang itu terletak di setiap candi hindu di seluruh dunia. Dan di Indonesia, di sinilah tempatnya..”

Dia lalu berjalan ke depan meniti satu demi satu tangga. Sampai di atas, ia duduk dengan posisi kaki kanan diangkat ke depan. Tangannya diangkat dan ditegakkan tepat di depan wajahnya dengan posisi ibu jari kurang lebih sepuluh meter megambang di depan hidung. Tak lama, bebatuan di depannya seperti terbuka.

“Cepat masuk,” ajaknya.

Aku mengikutinya masuk ke dalam, dan gerbang itu menutup. Lalu aku mengekornya di belakang. Melewati lorong bebatuan yang sempit dengan cahaya kecil yang menanti di ujung. Sampai langkah kakiku mencapai cahaya itu, mataku dibuat terbelakak takjub. Kakiku kini tengah menginjak sebuah candi yang jauh lebih luas dari candi yang pernah kulihat di mana pun di dunia ini—oke aku memang tak pernah melihatnya secara langsung, melainkan hanya dari internet dan tayangan televisi. Aku lalu melewati jalan lurus ke depan yang di samping kiri dan kanannya dipasangi patung dengang air mancur yang tampak simetris. Jalan ini kira-kira sepanjang lima puluh meter dengan ujung sebuah gerbang besar. Gerbang itu memiliki ukiran yang rumit dan membuka dengan sendirinya saat aku dan galai mendekatinya.

Di dalam, berbagai ornamen keemasan menghiasi setiap sudut. Begitu pun dengan lampu-lampu bulat berbentuk serupa yang menggantung di langit-langit. Semua warna keemasan ini tampak menyatu dengan dinding-dinding bebatuan yang warnanya tidak terlalu gelap dan berbeda dengan penampakan candi dari luar. Ruangan ini semakin megah dengan banyaknya patung-patung juga ukiran-ukiran khas hindu yang menghiasi seluruh ruangan.

“Silahklan ikuti tangga itu, nanti kamu akan ketemu dengan mereka semua,” ucap galai menatap datar ke arahku.

“Tangga itu akan membawaku ke mana?”

“Ikuti saja, ambil jalur kiri dan lurus saja sampai ujung. Di sana kau akan mendapat penjelasan yang lebih kau butuhkan.” Ia siap melangkah.

“Kau mau ke mana?”

“Tentu saja kembali. Tugasku adalah menjaga gerbang luar, bukan di sini.” Kakinya sudah melangkah dan kini sejajar di samping kiriku.

“Tunggu, siapa namamu?”

“Panggil saja, Galai Kalputra,” katanya tanpa menoleh. Ia lalu berjalan melewatiku dan kembali menapaki jalan yang kami lewati sebelumnya.

***

Baru saja hendak kugunakan Bahasa Inggris, tapi ucapan galai langsung terngiang. Ah iya, semua yang diucapkan di sini adalah bahasa masing-masing yang dimilikinya.

“Siapa namamu?” tanyaku pada gadis berambut lurus yang dikuncir ke belakang.

Ia langsung menoleh ke arahku dengan tatapan meneliti. “Aku Alvess, dari Jepang.”

“Jepang?”

“Iya. Ayahku Jepang, dan Ibuku Swiss.”

Aku mengangguk pelan. Dilihat dari mana pun, tak ada sama sekali ciri orang Jepang yang melekat pada diri Alvess. Ia lebih mirip sebagai orang Swiss asli.

“Kamu Hindu?” Aku bertanya ragu.

“Tentu saja. Kalau bukan, aku tak akan berada di sini.”

“Hey, aku Sanju, dari India,” ucap pria berkulit cokelat dengan mata tajam seperti tombak dari belakangku.

Aku menjawab uluran tangannya. “Aku Gantar. Indonesia.”

“Gimana kalau kami memanggilmu Gant (Re: Gent)?”

“Yeah, itu lebih keren,” timpal Alvess dengan tangan bersidekap.

Aku mengangguk. “Boleh.”

Om swastiastu, ucap seseorang berbadan tegap yang muncul dari lorong di depan kami. “Nama saya Burga, pelatih kalian.”

“Selamat datang di Pramagalan. Dan candi yang kalian tempati ini adalah candi keprajuritan. Di belakang candi ini, ada empat candi besar lain yang merupakan tempat tinggal kelima dewa yang menjadi cikal bakal munculnya pandawa lima; Dewa Bayu, dewa Yama, Dewa Indra, juga dewa kembar Aswin.”

“Tentu saja kalian tak akan bisa bertemu dewa. Kalian akan bertemu dengan turunan utama dari pandawa lima. Mereka dipilih secara rahasia oleh dewa. Mungkin saja, satu di antara kalian akan menjadi turunan utama Arjuna yang selanjutnya.”

“Seperti yang kalian tahu, turunan utama Arjuna saat ini tengah disandera oleh Giwangan, turunan utama Suyodhana. Turunan paling ambisius yang ingin menghancurkan pandawa lima. Tujuannya adalah membunuh Arjuna dengan panah yang dimilikinya. Untung Arjuna berhasil memecah panah itu menjadi tujuh. Partikel pecahan itu.., ada pada kalian.”

“Giwangan dan anak buahnya akan mencari kalian. Justru itu, kalian dilacak dan dibawa ke sini. Kalian akan memepelajari seluruh ilmu peperangan dan teknik-tekni pengendalian senjata. Kalian akan turun untuk melawan Giwangan kalau sudah siap.”

“Kenapa kami? Bukankah kalian yang sudah memiliki kemampuan lebih sudah pasti bisa menyelamatkannya.” Tanya perempuan dengan rambut sedikit bergelombang yang belum kutahu namanya.

“Karena.., hanya turunan masing-masinglah yang dapat menyelamatkannya.”


- To be continued -

Komentar

  1. Kok aku masih mengalami kesulitan yaak saat berusaha memahami alur dan maksud ceritanya? :'D Mungkin aku harus baca episode yang berikutnya buat memperjelas :'D Maap, maap :'D

    BalasHapus
  2. Idem kaya di atas. Gue juga kurang konek ama ceritanya. Kalau gaya bahasanya sih bagus.

    Mungkin karena gue gak ngerti cerita, karakter, dan istilah-istilah dalam dunia perwayangannya. Jadi susah ngebayanginnya.

    Inget, bukan ceritanya yang jelek, guenya aja kok yang agak telmi hehehe

    BalasHapus
  3. Owalah, ini cerita tentang ke tujuh arjuna ya. Gue kira cerita ini sebenarnya jelas, tetapi menceritakan apanya belum terlalu jelas, jika ini cerita bersambung, gue bakalan nunggu kelanjutannya, tapi jika ini cerpen. Menurut gue kurang jelas cerita yang ingin disampaikan. Gitu sih. Iya, gitu. Udah deh, gitu aja. :D

    BalasHapus
  4. gue juga sama, kurang paham sama alur ceritanya. mungkin karena masih bersambung, jadi belum ngerti maksud ceritanya ke arah mana.
    mungkin dipart selanjutnya lebih bisa dimengerti.
    tapi rapih nih ceritanya. bahasanya juga bagus. entahlah harus komen seperti apa, karna akupun gak begitu ngerti bikin cerpen.

    part selanjutnya ditunggu ya. penasaran juga sama kalimat terakhirnya. apa yang akan terjadi nanti dan apa yang akan dilakukan keturunan2nya untuk menyelamatkan mereka.

    BalasHapus
  5. Aku Makassar dan belum pernah sekalipun ke candi dan buta soal agama Hindu. Kalau boleh sok tahu, ini kayak hikayat Hindu yang bersetting zaman sekarang kan? Maaf kalau salah hihi. Gantar, Alvess, Sanju, dan satu lagi tokoh cewek misterius (totalnya ada 7) adalah pemuda-pemudi dari berbagai negara yang hidup di masa yang sama dengan masa kita sekarang. Tanpa sepengetahuan mereka, di dalam diri mereka ada 7 pecahan panah yang akan menjadi kunci penyelamatan. Aku bingung membacanya di nama tokoh, pandawa, dewa, dan Arjuna. Barangkali selanjutnya bisa diperjelas penokohan mereka itu semua masing-masing apalagi buat kami yang minim pengetahuan pewayangan :)

    BalasHapus
  6. Ceritanya keren. Jarang ada yang mau nulis cerpen dengan ide seperti ini. Kamu kayaknya penggemar wayang ya, sampai mau nulis cerpen seperti ini? Hmm, anak UNSA sih ya, banyak ide memang buat banyak cerita. Hehe. Salut deh.

    Bisa tuh sesekali tulisan ini kamu lihat lagi. Ada beberapa EYD dan plot yang masih agak menggantung. Jadinya, beberapa pembaca kurang faham dengan ceritamu. Semangat ya^^

    BalasHapus
  7. All: Makasih ya komennya. semua kritiknya saya serap dan akan saya perbaiki. Iya, ini ceritanya masih bersambung, jadi masih baru pengenalan aja. Tapi ini banyak unsur fantasinya. Nama pramagalan dan galai itu cuma rekaanku.
    @Adityar. Nah itu benar analisisnya!
    @Aisyah. Kok tahu? wah, anak unsa juga ya? sip, nanti aku cek lagi EYD dan plotnya.

    BalasHapus
  8. kereeeeen...aku suka gaya bercerita, idenya, diksinya dan penggambaran yang seolah olah itu benar benar terjadi...kayaknya baru pertama kesini dan sudah disuguhi cerita eksotis macam ini. I think I'm your new fans! :D please continue the story.

    BalasHapus
  9. @Mba Meyke. Waaah makasih banget mbaaak.. hihi mudah2an punya kekuatan untuk ngelanjutin cerita ini.

    BalasHapus

Posting Komentar

Bercuap here!

Postingan Populer